May 3, 2012

Sang hati dan si pemikir

Terkadang, hati ini jahat, pahit sekali untuk berpikir dan terlalu hambar untuk dirasa. Ia nya penuh luka dan bau darah, dendam pun ingin berteman, tatkala mata memerah, hati ini kan bertambah jahat. Salutku ucapkan dengan halus pada hatiku, beratus kali di tusuk, beratus kali disakiti, beratus kali dikhianati, sang hati kan tetap seperti ini, bergerak dan bekerja. Tanpa mati rasa. Kalau saja waktuku kan terulang, ku harap aku melakukan sesuatu yg lebih jahat saja sekalian. Padahal aku percaya Dan padahal aku berusaha menjaganya, tapi sang hati tidak bisa terima, ingatan takkan oudar semudah membalikkan telapak tangan, dan aku kan diam pasrah mengikuti hasrat ini berlari, sembunyi, berpura-pura dan kemudian berlari lagi, sesekali sang hati sesah dan lelah, Dan tidak sekali pikiran ini menangis namun apalah daya, angin saja takkan pernah melalui area yang sama, lantas mengapa kita iya? Dengan sigap, hati dan pikiran bergandeng tangan, dan akhirnya setelah sekian lama, pikiran yang buta ini terbuka, ia menjadi rasional dan sok realistis, tapi tak salah juga, karena aku lebih jahat dari mereka, aku yang membuat mereka seperti itu. Mengambil keputusan dengan cepat dan sensitif. Salah siapa? Apakah norma kurang akurat dalam menjaga? Atau hukum tidak lagi layak mengurusi hal ini? Atau bahkan masalah hati dan pikiran memang bebas dikendalikan pemiliknya? Mau menyalahkan siapa?